HUKUM QADHA SHALAT FARDHU MENURUT IMAM AL-QARAFI DAN IBN HAZM

HUKUM QADHA SHALAT FARDHU MENURUT IMAM AL-QARAFI DAN IBN HAZM

Authors

  • Aida Yulyanti UIN Sunan Gunung Djati Bandung

DOI:

https://doi.org/10.15575/madzhab.v1i1.736

Keywords:

Al-Qarafi, Ibn Hazm, Qadha Shalat.

Abstract

Abstrak: Penelitian  ini bertujuan untuk memahami, pendapat Imam Al-Qarafi tentang hukum qadha shalat fardhu, pendapat Ibn Hazm tentang hukum qadha shalat fardhu, dan  menganalisis persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam Al-Qarafi dan Ibn Hazm. Peneliti mengguna­kan pendekatan deskriptif komparatif, yang berarti mengambil dua perspektif atau lebih untuk menganalisis dan menjelaskan perbandingan. Sumber primer penelitian ini adalah Kitab Al-Muhalla dan Kitab Adz-Dzakhirah karya Imam Al-qarafi dan Imam Ibn Hazm; sumber sekundernya adalah berbagai kitab, buku, arikel, jurnal, dan sumber lainnya yang dibahas dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Imam Al-qarafi dan Ibn Hazm memiliki pandangan berbeda mengenai hukum qadha shalat fardhu, menurut Imam Al-qarafi qadha shalat hukumnya wajib bagi yang meninggalkannya, namun Imam Al-qarafi juga mengutip perkataan dari Ibnu Habib an Ibn Hanbal bahwa jika shalat ditinggalkan secara sengaja maka tidak ada qadha bagi orang yang meninggalkan shalat itu, karena orang tersebut dianggap telah murtad, maka hendaknya orang tersebut melakukan taubat, sedangkan Ibn Hazm berpendapat bahwa tidak ada qadha shalat bagi orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, maka dianjurkan agar orang yang meninggalkan shalat itu memohon ampunan dari Allah SWT dan memperbanyak shalat sunnah. Persamaan kedua pendapat tersebut terletak pada sama-sama menggunakan bahan hukum yang bersumber dari teks Al-Qur’an, dan perbedaannya terletak pada metode analisis hukum serta hasil pendapatnya.

Abstract: This research aims to understand Imam Al-Qarafi's opinion on the ruling of making up missed obligatory prayers (qadha shalat fardhu), Ibn Hazm's opinion on the ruling of making up missed obligatory prayers, and analyze the similarities and differences between Imam Al-Qarafi and Ibn Hazm's viewpoints. The researcher adopts a descriptive comparative approach, which involves analyzing and explaining comparisons from two or more perspectives. The primary sources for this research are Al-Muhalla and Adz-Dzakhirah by Imam Al-Qarafi and Imam Ibn Hazm; secondary sources include various books, articles, journals, and other relevant literature. Data collection for this study is conducted through a literature review. The conclusion of this research indicates that Imam Al-Qarafi and Ibn Hazm hold differing views on the ruling of making up missed obligatory prayers. According to Imam Al-Qarafi, making up missed prayers is obligatory for those who have missed them. However, Imam Al-Qarafi also cites statements from Ibn Habib and Ibn Hanbal that intentional abandonment of prayers does not require making up the missed prayers as the individual is considered apostate, therefore, repentance is necessary. On the other hand, Ibn Hazm argues that there is no obligation to make up missed prayers intentionally abandoned. Instead, it is recommended for such individuals to seek forgiveness from Allah SWT and increase voluntary prayers. The common ground between the two opinions lies in both relying on legal sources from the Quran, while their differences lie in the legal analysis methods and the outcomes of their opinions.

References

Al-Qardhawy, Y. (2008). Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Robbani Press.

Herianto., Arif, S., & Kosim, M. (2022). Qadha Shalat Wajib dalam Perspektif 4 Madzhab. Jurnal Vol 6(6).

Anam, K. A. (2014, 21 Oktober). Masalah Qadha Shalat Wajib. Diakses pada tahun 2023, dari https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/masalah-qadha-shalat-wajib-RKph5

Ilham. (2022, Februari). Wajibkah Melunasi Shalat yang Pernah Ditinggalkan. Diakses pada tahun 2023, dari https://muhammadiyah.or.id/wajibkah-melunasi-salat-yang-pernah-ditinggalkan/

Ibn, Hazm. (tt). Al-Muhalla Jilid II, N0. 279 Tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir. Jakarta : Pustaka Azzam.

Ibnu, Rusyd.(tt). Bidayataul Mujtahid, Takhrij Abu Ahmad Al Majid Juz 1. Pustaka Azzam.

Imam Al-Qarafi. (tt). Adz-Dzakhirah, Jilid II . Daar Al-Gharb Al-Islami.

Imam Bukhori. (tt). Shahih Bukhori no.597. Beirut : Daar Al-Fikr.

Rubiyanah, Jalil, A. (2020). Urgensi Ilmu Mukhtalif Al-Hadist Dalam Ijtihad : Telaah Atas Hukum Menjama’ dan Mengqadha Shalat. Jurnal Diklat Pendidikan dan Keagamaan Vol. 8, No. 2.

Sabiq, S. (tt). Fiqh Sunnah 1. Tinta Abadi Gemilang.

Sumiati. (2017). Hukum Meninggalkan Shalat Tanpa Udzur Syar’i (Studi Perbandingan Madzhab Hanafi dan Madzhab Hanbali), Skripsi. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.

Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi. (2007). Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab, (Terjemahan Ahmad Yamin). Jakarta : Al-Kautsar.

Wahbah Az-Zuhaili. (2010). Fiqh Imam Syafi’i Menjalankan Ibadah Sesuai Tuntutan (Terjemahan Muhammad Afii dkk). Jakarta:Al-Mahira

Downloads

Published

2024-06-20

How to Cite

Yulyanti, A. (2024). HUKUM QADHA SHALAT FARDHU MENURUT IMAM AL-QARAFI DAN IBN HAZM. Jurnal Madzhab, 1(1), 1–12. https://doi.org/10.15575/madzhab.v1i1.736
Loading...