PENENTUAN MASA IDDAH WANITA HAMIL KARENA ZINA MENURUT MUHYIDDIN AL-NAWAWI DAN IBNU QUDDAMAH
DOI:
https://doi.org/10.15575/madzhab.v1i1.737Keywords:
masa iddah; wanita hamil; zina.Abstract
Abstrak: Tujuan peneliti dalam permasalahan ini yaitu untuk mengetahui kerangka dan metodologi fikih Muhyiddin al-Nawawi dan Ibnu Quddamah, kemudian dapat mengetahui dalil hukum yang digunakan kedua imam tersebut, dan mampu mengaplikasikan dampak dan implikasi terhadap ijtihad kedua imam mengenai idahnya wanita hamil karena zina. Metode yang dilakukan untuk mengkaji permasalahan ini yaitu dengan cara pengumpulan data dari beberapa kitab, buku, jurnal, dan skripsi. metode ini dinamakan study research atau library research, setelah pengumpulan data selanjutnya penulis kaji dan teliti secara komparatif yang membandingkan antara pendapat imam Muhyiddin al-Nawawi dengan pendapat imam Ibnu Quddamah. Dari hasil penelitian, penulis menemukan metode istinbath yang berbeda. Imam Muhyiddin al-Nawawi menggunakan ilat dengan menetapkan tidak adanya idah yaitu wanita zina menurutnya tidak memiliki kehormatan, dalam hal ini Muhyiddin al-Nawawi menggunakan metode istinbath dengan alquran dan sunah.. Sedangkan Ibnu Quddamah menggunakan ilat dengan menetapkan idah bagi wanita zina karena zina akan mengakibatkan terjadinya aktifitas rahim, metode istinbath yang dilakukan yaitu berdasarkan alquran, hadis, dan qiyas.
Abstract: The aim of this research is to explore the framework and methodology of Islamic jurisprudence by Muhyiddin al-Nawawi and Ibn Qudamah, understand the legal reasoning used by both scholars, and apply the implications and impacts of their ijtihad regarding the waiting period (iddah) for a pregnant woman due to adultery. The method used to examine this issue involves collecting data from various books, journals, and theses, known as library research or study research. After data collection, a comparative analysis is conducted between the opinions of Imam Muhyiddin al-Nawawi and Imam Ibn Qudamah. The research findings reveal different methods of deriving legal rulings. Imam Muhyiddin al-Nawawi argues for the absence of iddah for a woman involved in adultery, as he believes such a woman lacks honor, using Quran and Sunnah in his legal reasoning. On the other hand, Ibn Qudamah argues for the requirement of iddah for an adulterous woman due to the physiological activities of the womb, basing his legal reasoning on the Quran, Hadith, and analogy.
References
Al-Nawawi, Muhyiddin. Raudhatu al-Thalibin wa Umdatu al-muftiin. Beirut: al-Maktabah alislami.
Al-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Pustaka Al-kautsar.
Darbi B, Ahmad. “Iddah dan Masalahnya Persfektif Para Mufassir.” Al-Fikra 9, (2019).
Febry Ayu, Rizqa. ‘‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif.” El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga 4, no. 1 (2021).
Febry Ayu, Rizqa. “Iddah Wanita Hamil Karena Zina.” Skripsi, UIN Ar-Raniry, 2018.
Iswandi, Andi , dan Muhammad Mukhlis Hasan. “Ketentuan Masa ‘Iddah Wanita Hamil Yang Diceraikan Qobla Dukhul Menurut Mazhab Hanafi Dan Syafi’i.” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i 10, no. 2 (2023).
Malik bin Anas. Al-Muwatha’. Beirut: Daar al-Fikr.
Muhyiddin al-Nawawi. Al-Majmu’. Beirut: Daar al-Fikr.
Nafik, Moh. “Problematika Iddah Wanita Hamil Di Luar Nikah.” Ahakim 2, no. 2 (2010).
Quddamah, Ibnu. Al-Mughni Syarah Kabir. Beirut: Daar al-Fikr.
Umayah, Siti. “Wali Nikah Bagi Anak Hasil Wathi Syubhat (Studi Analisis Fatwa Nahdlatul Ulama Tahun 1960)” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2016.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Wahidah Nurulaeni
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.